Program Organisasi

Kantor

Mail Address :
Perumahan Taman Laguna, Ruko No. 112
Jl. Alternatif Cibubur
Bekasi 17435
          (+62 21) 8459-0227
          (+62 21) 8459-0227
          gpmt_pusat@yahoo.com

Rektor IPB Ajak Berbagai Pihak untuk Mencari Solusi Masalah Pakan Ternak

Berangkat dari hal tersebut, Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi (Pataka) bekerja sama dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan IPB University menggelar seminar virtual dengan tema “Kebijakan Berbasis Evidence dalam Pakan Berdaya Saing,” melalui aplikasi Zoom, Kamis (4/3).
Dalam sambutannya, Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si. menyampaikan bahwa upaya dalam mengeksplorasi atau mencari langkah-langkah untuk mencapai kedaulatan pakan sangat penting untuk dilakukan.
Pakan dalam usaha peternakan merupakan faktor yang penting dan mempunyai andil yang sangat besar, sehingga perlu mencari alternatif berbagai bahan pakan yang mempunyai kualitas tinggi dan harga yang terjangkau. Dalam upaya pengembangan pakan ini harus diformulasikan secara tersistem.
“Perlu adanya formula dalam pengembangan pakan ini, baik dari perguruan tinggi dengan berbagai riset yang akan dikembangkan, pemerintah dengan kebijakan yang harus didorong serta dari dunia bisnis dalam pengembangan aplikatif dan kolaborasi dengan perguruan tinggi,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Peternakan, IPB University, Prof. Muladno Basar menjelaskan bahwa dalam perunggasan, penguasaan bahan baku produksi (pakan dan DOC) dikuasai oleh perusahaan integrator, sehingga akan berpengaruh kepada peternak mandiri.
Selain itu, Muladno menambahkan bahwa di lapangan masih banyak ditemui praktik jual paket pakan dan DOC ke peternak sebagai bagian dari strategi bisnis yang mungkin akan merugikan para peternak.
“Dengan kondisi seperti ini, peternak harus berkonsolidasi membentuk integrasi horizontal (seperti koperasi) dan berbisnis dari hulu hingga hilir. Dalam konsolidasi tersebut perguruan tinggi dan pemerintah wajib hadir untuk memperkuat integrasi horizontal,” tegasnya.
Mewakili Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Hudian Pramudyasunu menceritakan bahwa tantangan industri pakan dalam penyediaan bahan pakan adalah pengenaan PPN atas banyak bahan pakan impor serta keterbatasan bahan pakan lokal.
Pada dasarnya industri pakan nasional selalu siap mendukung bahan pakan lokal selama sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan yaitu stabilitas mutu, keberlanjutan pasokan dan daya saing harga.
“Saat ini bahan pakan lokal mempunyai proporsi 65 persen. Bungkil kedelai sebagai sumber protein utama dalam pakan tidak dapat diproduksi di dalam negeri dan belum ada bahan pakan lokal yang dapat menggantikan secara penuh penggunaannya,” ujarnya.
Sementara itu, bahan pakan lokal lain seperti dedak dapat digunakan hingga 15 persen namun ketersediaannya musiman, sehingga sering digantikan oleh bahan pakan impor. Selain itu, proporsi CPO tidak dapat melebihi 5 persen, walaupun ketersediaannya terjamin.
Hal senada disampaikan oleh Guru Besar Nutrisi Ternak, IPB University, Prof. Dr. Nahrowi Ramli yang menyampaikan bahwa 35 persen dari ransum ternak di Indonesia harus dipenuhi dari impor. Tentu alternatif dan solusi pemenuhan bahan pakan dari lokal harus diupayakan.
“Perlu adanya perluasan lahan untuk produksi bahan pakan. Selain itu, perlu adanya keberanian untuk industrialisasi kedelai serta produksi bahan pakan MBM,” ujarnya.
Nahrowi menambahkan bahwa perbaikan sistem informasi, logistik dan standardisasi transportasi bahan pakan juga perlu diusahakan.
Dinamika pakan nasional secara langsung akan berpengaruh terhadap usaha para peternak. Hidayatul Rahman, selaku praktisi ayam ras petelur menceritakan bahwa untuk mengakselerasi produksi jagung nasional, pemerintah telah melakukan berbagai macam program di antaranya subsidi bibit dan pupuk bagi petani jagung.
Oleh karenanya, dengan subsidi tersebut, para peternak sangat mengharapkan harga jagung dapat terjangkau. Namun fakta harga jagung lokal di lapangan seringkali masih berada di atas jagung impor.
Menurutnya, perlu adanya evaluasi atau peninjauan ulang terkait hal tersebut. Selain itu untuk SNI pakan berdasarkan protein yang selama ini berlaku juga perlu dievaluasi dan digantikan berdasarkan daya cerna pakannya.
Sumber : Poultry Indonesia